Instagram

Translate

Showing posts with label saksi. Show all posts
Showing posts with label saksi. Show all posts

Monday, January 11, 2010

Memahami Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

Memahami Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban | Legalitas.Org
Saksi dan/atau korban memiliki peran penting dalam penyelesaian permasalahan hukum khususnya dalam proses peradilan di Indonesia. Saksi dan/atau Korban adalah mereka yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana sehingga keterangan Saksi dan/atau Korban sangat dibutuhkan dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Keterangan saksi dan/atau korban merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan. Keterangan sebagai alat bukti menjadi salah satu bahan pertimbangan yang utama bagi hakim dalam mencari fakta guna memperoleh putusan yang seadil-adilnya dalam suatu proses peradilan.

Permasalahan yang timbul berkaitan dengan saksi dan/atau korban dalam tatanan praktik adalah aparat penegak hukum sering mengalami kesulitan dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana karena tidak dapat menghadirkan Saksi dan/atau Korban. Hal tersebut disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis terhadap diri saksi dan/atau korban, keluarga dan harta bendanya dari pihak tertentu sehingga saksi dan/atau korban tidak berani memberikan keterangan yang sebenarnya atau berpura-pura tidak tahu akan kejadian yang sebenarnya. Kendala lainnya yang dihadapi aparat penegak hukum yaitu tidak ada jaminan terhadap Saksi, Korban, dan pelapor bahwa mereka tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya perlu dibentuk suatu pengaturan yang jelas untuk dijadikan acuan bagi aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan dan hak-hak saksi dan/atau korban selama menjadi saksi dan/atau korban dalam proses peradilan.

Jadi dipandang perlu atau urgen pembentukan payung hukum yang jelas untuk dijadikan acuan bagi aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan dan hak-hak dari saksi dan/atau korban karena aturan yang terdahulu sudah tidak sesuai dengan dinamika hukum yang berada dimasyarakat saat ini.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban merupakan salah satu solusi yang diberikan pemerintah dalam penyelesaian permasalahan hukum di Indonesia yaitu salah satunya dengan dibentuk suatu lembaga khusus yang mempunyai tugas dan wewenang memberikan perlindungan dan hak-hak pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Lembaga khusus yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau disingkat LPSK yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan.



Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban

Pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan yang tujuannya memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.

Dalam UU PSK juga definisikan apa yang dimaksud dengan saksi dan korban yang terdapat pada Pasal 1 UU PSK yaitu yang dimaksud dengan ”Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri” dan ”Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan yang dimaksud dengan ”Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban adalah suatu lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban”.

Sebagai lembaga khusus yang memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi mempunyai tugas dan wewenang yaitu sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan/atau Korban. Lembaga ini bertanggung jawab kepada presiden dan memberi laporan secara berkala tentang pelaksanaan tugas LPSKkepada Dewan Perwakilan Rakyat paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.

Keanggotaan LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia, kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, akademisi, advokat, atau lembaga swadaya masyarakat. Masa jabatan anggota LPSK adalah 5 (lima) tahun Setelah berakhir masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota LPSK dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Struktur organisasi LPSK terdiri atas Pimpinan LPSK yang terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap anggota.dan Anggota. Pimpinan LPSK berasal dan dipilih dari dan oleh anggota LPSK. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Pimpinan LPSK diatur dengan Peraturan LPSK. Masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua LPSK selama 5 (lima) tahundan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Dalam pelaksanaan tugasnya, LPSK dibantu oleh sebuah sekretariat yang bertugas memberikan pelayanan administrasi bagi kegiatan LPSK. Sekretariat LPSK dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Sekretaris Negara.

Untuk pertama kali seleksi dan pemilihan anggota LPSK dilakukan oleh Presiden. Dalam pelaksanaannya Presiden membentuk panitia seleksi yang terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan 2 (dua) orang berasal dari unsur pemerintah dan 3 (tiga) orang berasal dari unsur masyarakat.

Tahapan Pembentukannya sebagai berikut:

* Panitia seleksi mengusulkan kepada Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon yang telah memenuhi persyaratan.
* Presiden memilih sebanyak 14 (empat belas) orang dari sejumlah calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
* Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyetujui 7 (tujuh) orang dari calon.
* Dewan Perwakilan Rakyat memberikan persetujuan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengajuan calon anggota LPSK diterima.
* Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan persetujuan terhadap seorang calon atau lebih yang diajukan oleh Presiden, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan calon anggota LPSK, Dewan Perwakilan Rakyat harus memberitahukan kepada Presiden disertai dengan alasan.
* Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden mengajukan calon pengganti sebanyak 2 (dua) kali jumlah calon anggota yang tidak disetujui.
* Dewan Perwakilan Rakyat wajib memberikan persetujuan terhadap calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengajuan calon pengganti diterima.
* Presiden menetapkan anggota LPSK yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diterima Presiden.



Anggota LPSK diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Syarat seseorang untuk dapat diangkat menjadi anggota LPSK menurut UU PSK adalah sebagai berikut:

a. warga negara Indonesia;

b. sehat jasmani dan rohani;

c. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman pidananya paling singkat 5 (lima) tahun;

d. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat proses pemilihan;

e. berpendidikan paling rendah S1 (strata satu);

f. berpengalaman di bidang hukum dan hak asasi manusia paling singkat 10 (sepuluh) tahun;

g. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; dan

h. memiliki nomor pokok wajib pajak.



Anggota LPSK diberhentikan karena:

a. meninggal dunia;

b. masa tugasnya telah berakhir;

c. atas permintaan sendiri;

d. sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan tugas selama 30 (tiga puluh) hari secara terus menerus;

e. melakukan perbuatan tercela dan/atau hal-hal lain yang berdasarkan Keputusan LPSK yang bersangkutan harus diberhentikan karena telah mencemarkan martabat dan reputasi, dan/atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas LPSK; atau

f. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman pidananya paling singkat 5 (lima) tahun.



Lembaga ini berdasarkan UU PSK harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan yang diundangkan pada tanggal 11 Agustus 2006 jadi pada tanggal 11 Agustus 2007 harus sudah terbentuk dan mulai menjalankan tugasnya. Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugasnya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.



PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

1. Asas Perlindungan Saksi Dan Korban

Perlindungan terhadap Saksi dan Korban yang dianut oleh LPSK menurut UU Nomor 13 Tahun 2006 yaitu berasaskan pada:

a. penghargaan atas harkat dan martabat manusia;

b. rasa aman;

c. keadilan;

d. tidak diskriminatif; dan

e. kepastian hukum.



2. Hak Saksi Dan Korban

Seorang Saksi dan Korban berhak:

a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;

b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;

c. memberikan keterangan tanpa tekanan;

d. mendapat penerjemah;

e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;

f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;

g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;

h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

i. mendapat identitas baru;

j. mendapatkan tempat kediaman baru;

k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;

l. mendapat nasihat hukum; dan/atau

m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.



Bagi korban dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak diatas juga berhak untuk mendapatkan:

a. bantuan medis; dan

b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial.



3. Kompensasi Dan Restitusi

· Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa:

o hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat;

o hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawabpelaku tindak pidana.

· Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan.

· Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

· Perlindungan dan hak Saksi dan Korban diberikan LPSK sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir.



4. Jaminan Perlindungan terhadap saksi dan korban

§ Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa.

· Saksi dan/atau Korban dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.

· Saksi dan/atau Korban dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang.

· Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya kecuali terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.



· Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.



5. Perjanjian Perlindungan

Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi dan/atau Korban tindak pidana diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut:

a. sifat pentingnya keterangan Saksi dan/atau Korban;

b. tingkat ancaman yang membahayakan Saksi dan/atau Korban;

c. hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap Saksi dan/atau Korban;

d. rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh Saksi dan/atau Korban.



6. Tata Cara Memperoleh Perlindungan

· Tata cara memperoleh perlindungan sebagai berikut:

a. Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK;

b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan perlindungan diajukan.

· Dalam hal LPSK menerima permohonan Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Saksi dan/atau Korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.

· Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban memuat:

a. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan;

b. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya;

c. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apa pun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK;

d. kewajiban Saksi dan/atau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah perlindunganLPSK; dan

e. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK.

· LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada Saksi dan/atau Korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan.

· Perlindungan atas keamanan Saksi dan/atau Korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan:

a. Saksi dan/atau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri;

b. atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan;

c. Saksi dan/atau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau

d. LPSK berpendapat bahwa Saksi dan/atau Korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.

· Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi dan/atau Korban harus dilakukan secara tertulis.

· Bantuan diberikan kepada seorang Saksi dan/atau Korban atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK.

· LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban.

· Dalam hal Saksi dan/atau Korban layak diberi bantuan, LPSK menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan.

· Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kepada Saksi dan/atau Korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan tersebut.

· Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang.



PENUTUP

Dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang diikuti dengan pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai institusi yang memberikan jaminan perlindungan dan hak-hak saksi dan korban diharapkan dapat membantu proses pemulihan krisis di negara ini yang salah satunya oleh kejahatan-kejahatan sistemik yang sulit dibuktikan dikarenakan aparat penegak hukum tidak dapat menghadirkan saksi atau kesaksian yang diberikan tidak objektif karena adanya ancaman dan tekanan terhadap saksi atau korban baik secara fisik maupun psikis. Semoga bermamfaat.