Afetr paying the booking fee, I got shock that the real estate will only have SHGB not SHM. The guy and the lady at de Green Grande Residence told me that SHGB is ok and it can be upgraded to SHM for a small fee around Rp 1,5 million. I hope this developer is credible. I already paid for booking fee.
To be honest, I feel unease after paying that fee, so when I got home, I googled about that issue and found a good answer from hukumonline.com which gives me some peace. Here I want to share that with you
update the house is just built in the end of JUne 2013..so far, paid 2 (1701)=150 (2307)=20 (2008)
source: http://www.hukumonline.com
Pertanyaan:
Prosedur Mengurus Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal
Beberapa waktu lalu saya membeli rumah dari developer dan diberi tahu bahwa saya hanya mendapatkan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan). Padahal harga yang saya bayar adalah termasuk tanah dan bangunan. Saya bingung kenapa saya tidak mendapatkan hak milik atas rumah dan tanah tersebut? Untuk itu mohon bisa dijelaskan perihal perbedaan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) dari segi hukumnya. Kapan kita membeli rumah mendapatkan SHGB dan kapan mendapatkan SHM? Dari segi hukum, apakah SHGB lebih lemah, artinya jika masa berlaku habis, properti kita bisa diambil alih oleh pemerintah tanpa persetujuan pemegang SHGB? Apakah SHGB bisa diubah menjadi SHM, dan berapa kira-kira biayanya? Mohon penjelasannya, terima kasih.
GLORIA
Jawaban:
RETNO S. DARUSSALAM, S.H.
Hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak-hak atas tanah seperti Hak Milik dan Hak Guna Bangunan diatur dalam Bagian III dan Bagian V UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ("UUPA"). Dalam kaitan ini, Sertifikat Hak Guna Bangunan ("SHGB") hanya memberikan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Dan bila lewat dari waktu yang ditentukan maka hak atas tanah tersebut hapus karena hukum dan tanahnya sepenuhnya dikuasai langsung oleh Negara.
Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik ("SHM"), pemegang haknya mempunyai kepemilikan yang penuh atas tanah dan merupakan hak turun temurun yang terkuat dari hak-hak atas tanah lainnya yang dikenal dalam UUPA. Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Sedangkan, perusahaan-perusahaan swasta, seperti misalnya developer atau perusahaan pengembang perumahan tidak dapat mempunyai tanah dengan status Hak Milik. Mereka hanya diperbolehkan sebagai pemegang SHGB. Dalam hal developer membeli tanah penduduk yang semula berstatus tanah-tanah Hak Milik, maka dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, Badan Pertanahan Nasional ("BPN") akan menurunkan status tanah-tanah yang dimiliki developer tersebut dari penduduk, menjadi berstatus Hak Guna Bangunan, yaitu hanya bangunan–bangunan yang dapat dimiliki oleh developer. Sedangkan, tanahnya menjadi milik Negara, sehingga sertifikat yang dikeluarkan adalah dalam bentuk SHGB. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 36 UUPA.
Namun, pemegang SHGB tidak perlu khawatir karena berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal, tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat Hak Milik, dengan cara melakukan pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah tersebut berada. Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. SHGB asli
2. copy IMB
3. copy SPPT PBB tahun terakhir
4. identitas diri
5. Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi, dan
6. membayar uang pemasukan kepada Negara.
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.
Pertanyaan: Balik Nama Sertifikat Tanah 1. Saya kan balik nama sertifikat sekaligus peningkatan hak (hak guna bangunan ke hak milik) 2. saya sudah coba mengurus melalui kantor desa, tetapi sampai dengan saat ini belum ada kejelasan tentang poses tersebut. Menurut mereka masih menunggu Validasi dan surat keringanan pajak, sedangkan saya sudah membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sejak 07 Juni 2010. 3. Apakah Proses balik nama itu harus ada Validasi dan Surat Keputusan keringanan Pajak jika Saya sudah Membayar BPHTB, dan berapa lama sebenarnya proses tersebut? Mohon bantuannya dengan sangat amat, Terima kasih. SAMIRAN_AJA Jawaban: SHANTI RACHMADSYAH Menurut Pasal 1 angka 1 UUNo. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sendiri adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Jadi, dalam peralihan hak atas tanah, yang menerima hak atas tanah tersebut dikenakan pajak berupa BPHTB. Pendaftaran tanah sendiri baru akan dilakukan oleh Kantor Pertanahan apabila BPHTB tersebut sudah dibayar lunas, yang dibuktikan dengan tanda bukti setor BPHTB tersebut. Yang dimaksud dengan validasi adalah proses untuk memastikan bahwa pajak atas peralihan hak atas tanah tersebut benar telah dibayar. Mungkin yang Anda maksudkan adalah Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (“SKB PPh”). Dalam peralihan hak atas tanah, ada Pajak Penghasilan (“PPh”) yang harus dibayar oleh pemegang hak atas tanah sebelumnya. Hal ini didasarkan pada pasal 1 PP No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (“PP No. 48 Tahun 1994”). “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.” PPh ini dimungkinkan untuk dibebaskan, dengan SKB PPh. SKB PPh ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian Dari Kewajiban Pembayaran Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Atas tanah dan Bangunan. Akan tetapi, untuk keringanan pajak, kami tidak pernah mendengar diaplikasikan untuk PPh peralihan hak atas tanah tersebut. Untuk proses balik nama, lamanya waktu yang dibutuhkan bergantung pada kelengkapan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Apabila dokumennya sudah lengkap, menurut situs resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN) waktu yang dibutuhkan kira-kira 5 hari (selengkapnya lihat boks di bawah). Boks: Layanan Pertanahanan BPN à Peralihan Hak à Jual Beli Peralihan Hak - Jual Beli Dasar Hukum: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 3. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 6. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 7. SE Kepala BPN Nomor 600-1900 tanggal 31 Juli 2003 Persyaratan: 1. Surat: a. Permohonan b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan *). 2. Sertipikat hak atas tanah/Sertipikat HMSRS 3. Akta Jual Beli dari PPAT 4. Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. 5. Bukti pelunasan : **) a. BPHTB; b. PPh Final. 6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan. 7. Ijin Pemindahan Hak, dalam hal di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang; Biaya dan Waktu 1. Biaya: Rp. 25.000,- / Sertipikat 2. Waktu: Paling lama 5 (lima) hari. Keterangan: 1. *) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang berwenang untuk itu, dapat menggunakan surat kuasa di bawah tangan. 2. **) untuk yang terkena obyek BPHTB dan atau PPh Sumber: http://www.bpn.go.id/jualbeli.aspx Demikian hemat kami. Semoga bermanfaat.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
|
Translate
Showing posts with label SHM. Show all posts
Showing posts with label SHM. Show all posts
Friday, January 11, 2013
booking fee for de Green Grande Residence (SHGB to SHM)
Friday, September 09, 2011
My Studio apartment Menara Antapani C4 No 8
I have a property in Jalan Pratista Timur, Cingised, Antapani. It is a studio apartment with a nice view. Menara Antapani and now it is changed into di Loggia. If you want to buy my studio apartment, now it costs 200 million (24 December 2013).
Because I plan to buy a house, I am selling my apartment for IDR 80 millions (USD 9,400). My unit is on 4th floor Building C no 8 (c4/8). I bought in January 2005, cash. If anyone interested in buying that unit, a Studio type C4/8, just contact me via email (pink.summer7 at yahoo dot com). Or, u can just leave a message in this blog. As I said, I want to sell my apartment for IDR 80.000.000 (USD 8888), but I might reduce it a bit if you are nice :).
Pertanyaan:
Bagaimana Cara Penerbitan Sertifikat Hak Milik Strata Title?
Bagaimana cara dan syarat penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) oleh BPN? Apakah harus ada Peraturan Daerah tentang Rumah Susun terlebih dahulu? Mohon penjelasan.
LA.BAGASKARA
Share:
Jawaban:
JECKY TENGENS, S.H.
Sebelumnya, saya akan menjelaskan sedikit mengenai kepemilikan atas satuan rumah susun terlebih dahulu. Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (“SHMRS) adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya. SHMRS dalam dunia properti sering juga disebut strata title. Strata title sebenarnya tidak dikenal dalam hukum Indonesia. Strata title berasal dari negara Barat dan dikenal dalam konsep hunian vertikal maupun horisontal di mana hak kepemilikan atas suatu ruang dalam gedung bertingkat dibagi-bagi untuk beberapa pihak. Lebih jauh, simak jawaban Klinik Hukum sebelumnya: Strata Title. Dalam uraian selanjutnya saya akan jelaskan cara dan syarat penerbitan SHMRS.
Pihak developer/pengembang rumah susun wajib untuk menyelesaikan pemisahan terlebih dahulu atas satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (lihat Pasal 7 ayat [3] UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun/UURS jo Pasal 39 PP No. 4 Tahun 1988 tetang Rumah Susun/PP No. 4 Tahun 1988).
Pemisahan tersebut dilakukan dengan Akta Pemisahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun (“PKBPN No. 2 Tahun 1989”):
“Pasal 2
(1) Akta pemisahan dilengkapi dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batas pemilikan satuan rumah susun yang mengandung nilai perbandingan proporsional.
(2) Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
Pasal 3
(1) Akta pemisahan dibuat dan diisi sendiri oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
(2) Tata cara pengisian akta pemisahan sesuai dengan pedoman terlampir.
Pasal 4
(1) Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan isi akta pemisahan yang bersangkutan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya setempat atau kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, apabila pembangunan rumah susun terletak di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Akta pemisahan setelah disahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Pertanahan setempat, dengan melampirkan:
a. Sertipikat hak atas tanah;
b. Izin Layak Huni;
c. Warkah-warkah lainnya yang diperlukan”
Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan (Pasal 39 ayat [5] PP No. 4 Tahun 1988).
Terhadap buku tanah tersebut kemudian dapat diterbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Rumah Susun(Pasal 7 ayat [1] Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun/PKBPN No. 4 Tahun 1989).
SHMRS dibuat dengan cara:
a. membuat salinan dari buku tanah yang bersangkutan.
b. membuat salinan surat ukur atas tanah bersama.
c. membuat gambar daerah satuan rumah susun yang bersangkutan
Salinan-salinan tersebut kemudian dijilid menjadi sebuah dokumen yang disebut dengan Sertifikat (lihat Pasal 7 ayat [2] dan ayat [3] PKBN No. 4 Tahun 1989).
Jadi, secara singkat dapat dilihat bahwa dasar dari diterbitkannya SHMRS ini didapat dari akta pemisahan yang telah disahkan dan didaftar, kemudian dari akta pemisahan tersebut dibuatlah buku tanah sebagai dasar penerbitan SHMRS.
SHMRS yang diterbitkan tersebut merupakan tanda bukti hak milik terhadap satuan rumah susun yang dimiliki(Pasal 9 ayat (1) UURS jo. Pasal 7 ayat (4) PKBN No. 4 Tahun 1989).
Demikian yang bisa saya jelaskan, semoga dapat memberi pencerahan. Terima kasih.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
2. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
3. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Hak Milik Atas Satuan Rumah Sus
Pertanyaan:
Bagaimana Cara Penerbitan Sertifikat Hak Milik Strata Title?
Bagaimana cara dan syarat penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) oleh BPN? Apakah harus ada Peraturan Daerah tentang Rumah Susun terlebih dahulu? Mohon penjelasan.
LA.BAGASKARA
Share:
Jawaban:
JECKY TENGENS, S.H.
Sebelumnya, saya akan menjelaskan sedikit mengenai kepemilikan atas satuan rumah susun terlebih dahulu. Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (“SHMRS) adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya. SHMRS dalam dunia properti sering juga disebut strata title. Strata title sebenarnya tidak dikenal dalam hukum Indonesia. Strata title berasal dari negara Barat dan dikenal dalam konsep hunian vertikal maupun horisontal di mana hak kepemilikan atas suatu ruang dalam gedung bertingkat dibagi-bagi untuk beberapa pihak. Lebih jauh, simak jawaban Klinik Hukum sebelumnya: Strata Title. Dalam uraian selanjutnya saya akan jelaskan cara dan syarat penerbitan SHMRS.
Pihak developer/pengembang rumah susun wajib untuk menyelesaikan pemisahan terlebih dahulu atas satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (lihat Pasal 7 ayat [3] UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun/UURS jo Pasal 39 PP No. 4 Tahun 1988 tetang Rumah Susun/PP No. 4 Tahun 1988).
Pemisahan tersebut dilakukan dengan Akta Pemisahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun (“PKBPN No. 2 Tahun 1989”):
“Pasal 2
(1) Akta pemisahan dilengkapi dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batas pemilikan satuan rumah susun yang mengandung nilai perbandingan proporsional.
(2) Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
Pasal 3
(1) Akta pemisahan dibuat dan diisi sendiri oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
(2) Tata cara pengisian akta pemisahan sesuai dengan pedoman terlampir.
Pasal 4
(1) Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan isi akta pemisahan yang bersangkutan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya setempat atau kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, apabila pembangunan rumah susun terletak di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Akta pemisahan setelah disahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Pertanahan setempat, dengan melampirkan:
a. Sertipikat hak atas tanah;
b. Izin Layak Huni;
c. Warkah-warkah lainnya yang diperlukan”
Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan (Pasal 39 ayat [5] PP No. 4 Tahun 1988).
Terhadap buku tanah tersebut kemudian dapat diterbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Rumah Susun(Pasal 7 ayat [1] Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun/PKBPN No. 4 Tahun 1989).
SHMRS dibuat dengan cara:
a. membuat salinan dari buku tanah yang bersangkutan.
b. membuat salinan surat ukur atas tanah bersama.
c. membuat gambar daerah satuan rumah susun yang bersangkutan
Salinan-salinan tersebut kemudian dijilid menjadi sebuah dokumen yang disebut dengan Sertifikat (lihat Pasal 7 ayat [2] dan ayat [3] PKBN No. 4 Tahun 1989).
Jadi, secara singkat dapat dilihat bahwa dasar dari diterbitkannya SHMRS ini didapat dari akta pemisahan yang telah disahkan dan didaftar, kemudian dari akta pemisahan tersebut dibuatlah buku tanah sebagai dasar penerbitan SHMRS.
SHMRS yang diterbitkan tersebut merupakan tanda bukti hak milik terhadap satuan rumah susun yang dimiliki(Pasal 9 ayat (1) UURS jo. Pasal 7 ayat (4) PKBN No. 4 Tahun 1989).
Demikian yang bisa saya jelaskan, semoga dapat memberi pencerahan. Terima kasih.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
2. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
3. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Hak Milik Atas Satuan Rumah Sus
Subscribe to:
Posts (Atom)