get shocked when IHSG has decreased so much since 16 of August 2013....
via tempo.co
Analis Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang asumsi makro-ekonomi 2014 tidak memberikan dampak positif pada pasar modal. Dia menilai asumsi makro-ekonomi yang cenderung tidak sesuai dengan kondisi riil malah membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) melorot. "Investor malah cenderung melakukan aksi jual," kata dia, Selasa, 20 Agustus 2013.
Seperti diketahui, dalam pidato nota keuangan yang dibacakan pada 17 Agustus 2013, SBY mengatakan target pertumbuhan ekonomi 2014 mencapai 6,4 persen dengan mengandalkan konsumsi domestik. Inflasi ditargetkan sebesar 4,5 persen. Ini yang dinilai Reza tidak sesuai dengan kondisi riil.
Selain pidato SBY, Reza mengatakan investor ragu dengan pernyataan Menteri Keuangan Chatib Basri yang mengatakan nilai rupiah masih aman karena tidak separah pelemahan mata uang negara berkembang lainnya, seperti rupee India atau dolar Australia. Menurut Reza, pernyataan Chatib membuat pasar bergejolak karena investor menganggap pemerintah tidak melakukan langkah strategis dalam menahan pelemahan rupiah.
Meski begitu, Reza tidak menafikkan adanya faktor eksternal yang melemahkan IHSG. Rencana bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) untuk mengurangi stimulus moneter diperkirakan akan membuat kabur dana asing yang parkir di negara berkembang. Walhasil, nilai tukar rupiah diperkirakan terus melemah karena defisit neraca berjalan membengkak dan ujung-ujungnya IHSG terus terkoreksi.
Pada perdagangan hari ini, Selasa, 20 Agustus 2013, IHSG akan berada pada level support 4285-4310 dan resistance4430-4455. Reza mengatakan gejolak IHSG bisa mereda jika pelaku pasar tidak terlalu panik dengan kondisi saat ini. "Terutama ada kecenderungan aksi beli dengan memanfaatkan rendahnya harga saham,” katanya.
Seperti diketahui, pada perdagangan Senin, 19 Agustus 2013, IHSG ambles 255,14 poin atau 5,58 persen ke level 4.315,52. Pada saat yang bersamaan, nilai tukar rupiah juga sudah mencapai 10.500 per dolar Amerika Serikat sehingga investor terangsang untuk melakukan tekanan jual.
via tempo.co
Analis Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang asumsi makro-ekonomi 2014 tidak memberikan dampak positif pada pasar modal. Dia menilai asumsi makro-ekonomi yang cenderung tidak sesuai dengan kondisi riil malah membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) melorot. "Investor malah cenderung melakukan aksi jual," kata dia, Selasa, 20 Agustus 2013.
Seperti diketahui, dalam pidato nota keuangan yang dibacakan pada 17 Agustus 2013, SBY mengatakan target pertumbuhan ekonomi 2014 mencapai 6,4 persen dengan mengandalkan konsumsi domestik. Inflasi ditargetkan sebesar 4,5 persen. Ini yang dinilai Reza tidak sesuai dengan kondisi riil.
Selain pidato SBY, Reza mengatakan investor ragu dengan pernyataan Menteri Keuangan Chatib Basri yang mengatakan nilai rupiah masih aman karena tidak separah pelemahan mata uang negara berkembang lainnya, seperti rupee India atau dolar Australia. Menurut Reza, pernyataan Chatib membuat pasar bergejolak karena investor menganggap pemerintah tidak melakukan langkah strategis dalam menahan pelemahan rupiah.
Meski begitu, Reza tidak menafikkan adanya faktor eksternal yang melemahkan IHSG. Rencana bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) untuk mengurangi stimulus moneter diperkirakan akan membuat kabur dana asing yang parkir di negara berkembang. Walhasil, nilai tukar rupiah diperkirakan terus melemah karena defisit neraca berjalan membengkak dan ujung-ujungnya IHSG terus terkoreksi.
Pada perdagangan hari ini, Selasa, 20 Agustus 2013, IHSG akan berada pada level support 4285-4310 dan resistance4430-4455. Reza mengatakan gejolak IHSG bisa mereda jika pelaku pasar tidak terlalu panik dengan kondisi saat ini. "Terutama ada kecenderungan aksi beli dengan memanfaatkan rendahnya harga saham,” katanya.
Seperti diketahui, pada perdagangan Senin, 19 Agustus 2013, IHSG ambles 255,14 poin atau 5,58 persen ke level 4.315,52. Pada saat yang bersamaan, nilai tukar rupiah juga sudah mencapai 10.500 per dolar Amerika Serikat sehingga investor terangsang untuk melakukan tekanan jual.