DUNIA sudah tahu, demi menumbangkan rezim Saddam Husein pada Maret 2003 lalu, Amerika telah merancang skenario bohong soal senjata pemusnah massal di Irak. Akan tetapi, ada yang tidak diketahui publik dunia bahwa sumber kebohongan itu adalah seorang ahli kimia Irak bernama Rafid Ahmed Alwan al-Janabi yang sejak 1999 menjadi pengungsi di Jerman, kemudian menjadi warga negara setempat pada 2008.
Warga dunia selama ini menganggap bahwa karangan mengenai senjata pemusnah massal itu, karangan belaka George Bush, Tony Blair, dan sekutu lainnya.
Namun, berdasarkan hasil investigasi jurnalis Guardian di Irak, Jerman, dan Inggris, kini terungkap bahwa Bush dan sekutunya itu mendapatkan informasi bohong dari mantan warga negara Irak bernama Janabi.
Soal kebohongan itu, memang sudah juga diungkap juga oleh beberapa tokoh kunci penggagas Perang Irak, seperti dalam memoir Menhan AS Donald Rumsfeld yang dipublikasikan baru-baru ini. Rumsfeld mengakui bahwa senjata pembunuh massal tidak ditemukan di Irak.
Di pihak lain, Janabi dalam wawancara eksklusif dengan harian ternama Inggris Guardian, mengakui bahwa dia merupakan sumber kebohongan yang dibuat Bush. Dia juga mengaku bahwa orang yang disebut sebagai "sumber kami" dalam pidato Menhan AS menjelang invasi ke Irak dilaksanakan awal Maret 2003 adalah dirinya sendiri. Saat itu, Colin Powell dalam pidatonya di hadapan anggota sidang Dewan Keamanan PBB, Februari 2003 menjelaskan alasan AS menyerang Irak di dasarkan pada tiga hal, yakni masalah uranium, al Qaeda, dan soal senjata pembunuh massal yang sebenarnay merupakan cerita rekaan Janabi.
Dalam pidatonya itu, Powell mengatakan : "Kami punya sumber pertama yang menyebutkan bahwa di Irak terdapat pabrik senjata pembunuh massal di Irak. Sumber kami itu menjadi saksi langsung soal aktivitas pabrik tersebut. Dia adalah seorang insinyiur kimia yang bekerja mengawasi pembuatan senjata pembunuh massal di pabrikan itu. Dia ikut bekerja memproduksi senjata itu. Dia juga berada di lokasi saat kecelakaan terjadi di pabrikan itu yang menewaskan 12 orang teknisi pada 1998."
Semua kalimat tersebut di atas merupakan deksripsi Powell terhadap fabrikasi cerita Janabi. "Intelejen Jerman begitu mudahnya saya kibuli. Saya terpaksa melakukan kebohongan ini supaya Saddam mundur," katanya.
Janabi yang di kalangan intelejen AS, Jerman, dan Inggris, diberi nama "Curveball", mengatakan, semua yang dia ceritakan kepada intelejen jerman (BND) soal senjata pembunuh massal di Irak itu adalah imajinasinya sendiri. "Soalnya saya ingin sekali Saddam mundur dari kekuasaannya, Satu-satunya cara yang terlintas adalah mengarang cerita fiktif seperti yang sampaikan kepada intelejen Jerman," kata Janabi.
Menurut Janabi, dia bangga, hasil imajinasinya itu berhasil membuat Saddam tumbang. "Saya bangga karena cerita saya itu, Saddam akhirnya berhasil dilengserkan," ujar Janabi yang tahun lalu sempat ikut pemilukada di kampung kelahirannya di Irak.
Dia mengherankan mengapa intelejen Jerman begitu mudah diperdaya oleh cerita fiktifnya itu.
"Saya tidak menyangka, mereka itu orang-orang yang mudah diperdaya," ungkap Janabi dalam sejumlah rangkaian wawancaranya dengan Guardian yang menemuinya di Jerman.
"Sekali lagi, saya dan anak saya bangga akan itu. Kami bangga karena kami menjadi penyebab lahirnya demokrasi di Irak saat ini," ujar Janabi yang beristrikan perempuan Maroko itu.
Dia menjelaskan, kebohongannya mulai terkuak pada pertengahan 2000 saat intelejen Jerman mendatangi mantan bosnya di Dubai.
****
Kementerian Luar Negeri Amerika pada tahun 2003 sebelum menyerang Irak merilis laporan yang membuktikan bahwa rezim Irak dahulu punya senjata-senjata pemusnah massal. Menteri Luar Negeri Amerika waktu itu, Collin Powel menyerahkan beberapa foto yang menjelaskan adanya aktivitas rahasia di bidang senjata pemusnah massal. Semua yang diungkap Powell saat itu adalah cerita bohong Janabi. "Saya mengaku sudah berbohong. Tapi, itu adalah satu-satunya cara agar Irak lolos dari Saddam," ujarnya.
Rafid Ahmed Alwan al-Janabi, sang pembohong itu mengaku bahwa dia sudah berbohong dalam hal pekerjaan yang sempat diakunya sebagai tim pengawas dan produski senjata pembunuh massal di Djerf al-Nadaf,. Juga, dia mengaku berbohong soal tewasnya 12 teknisi pabrikan senjata massal yang sempat disinggung Powell dalam pidatonya pada Sidang DK PBB Februari 2003.
Pada 13 Maret 2000, Janabi bertemu Paul , anggota intelejen Jerman yang bertanya padanya soal senjata nuklir di Irak.Saat itulah, dia berpikir, punya kesempatan untuk mengarang cerita agar Saddam bisa hengkang dari Irak.
"Saya memang punya masalah dengan rezim Saddam. Saya tidak suka dia. Saya punya kesempatan saat itu untuk membuatnya keluar dari Irak, dan kesempatan itulah yang saya ambil," paparnya.
Kebohongannya terkuak saat BND pergi ke Dubai dan bertemu dengan Dr Bassil Latif, mantan atasannya saat Janabi bekerja di Komisi Industri Militer di Irak. Saat itu, BND ingin menyelidiki kisah Janabi yang menyebutkan, anak Latif yang kuliah di Inggris merupakan pemasok senjata untuk Saddam. Saat BND mengkonfirmasi cerita itu, Latif menyangkal semuanya dan mengatakan Janabi pembohong besar. Saat itulah, BND sadar bahwa mereka sudah diperdaya oleh Janabi.
Intelejen Jerman itu pun saat kembali ke Jerman dari Dubai meminta penjelasan dari Janabi soal kebohongannya itu.
"Yah, saya memang berbohong. Tidak ada soal truk (pembawa senjata pembunuh massal,-red)," kata Janabi mengenang sejumlah pembicaraannya dengan BND saat itu.
Sejak itulah, BND memutus kontak dengannya dan baru kembali menghubunginya pada 2002. Mereka meminta Janabi untuk bekerja sama dengan imbalan, dia diberikan uang saku keluarga per bulan 2500 dolar AS dan anak serta istrinya yang berkewarganegaraan Maroko yang saat itu tinggal terpisah di Spanyol, akan diijinkan tinggal bersamanya di Jerman.
"Saya kooperatif saja dengan mereka. Saya tutup mulut dan tidak melayani wawancara apapun dnegan media manapu," ujarnya.
Akan tetapi sejak dia memperopleh status warga negara Jerman pada 2008, semua uang saku dan kemewahan yang dia dapatkan,s eperti mobil BMW dan sebagainya, ditarik kembali. Dia kini tinggal di apartemen kecil sewaan yang terletak di desa Karlsruhe, di Jerman barat.
"Saya juga sedih, perang Irak telah menewaskan banyak orang. Tapi, coba berikan solusi lain kepada saya. Apakah anda dapat memberikan itu (solusi menumbangkan Saddam, red)?. Percayalah, tidak ada cara lain untuk membawa kebebasan ke bumi Irak (selain perang, red)", ujarnya.
Perang Irak sudah terlanjur terjadi. Perang yang telah menewaskan sekitar 100.000 orang itu ternyata perang yang diluncurkan beradasrkan cerita fiktif seorang warga Irak yang tidak suka Saddam. Masalahnya, mengapa pihak intelejen begitu mudah dikibuli, dan setelah sadar dibohongi, tidak segera berhenti. Mereka terus melakukan kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan lainnya. (Huminca/based on some sources at Guardian )
No comments:
Post a Comment