Kupon Obligasi Kena PPh Final 15%
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memungut pajak penghasilan (PPh) final sebesar 15% terhadap seluruh jenis kupon obligasi berjangka waktu di atas 12 bulan. Sebelum memberlakukan ketentuan baru itu, pemerintah akan menetapkan masa transisi. Pada 2009-2010, kupon obligasi dikenai PPh final 0%, sedangkan pada 2011-2012 sebesar 5%. PPh final 15% baru diberlakukan mulai 2013.
"Ketentuan baru tentang PPh final kupon obligasi akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP) yang merupakan turunan UU No 36 Tahun 2008 tentang PPh," kata Anggota Tim Khusus Perumusan PPh Ditjen Pajak Patar Simanjuntak kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (22/12).
Menurut Patar Simanjuntak, dengan ditetapkannya PPh final 15% untuk kupon obligasi di atas 12 bulan, berarti tarif PPh obligasi turun dari yang berlaku saat ini sebesar 20%.
"Yang berlaku sekarang, PPh final dikenakan 20%. sedangkan yang tidak final hanya 15%. Dalam peraturan baru nanti, PPh final dan final dikenai tarif sama, yaitu 15%," tuturnya.
Dia menambahkan, ketentuan itu berlaku umum bagi semua surat utang berusia di atas 12 bulan. Pajak final tersebut akan dikenakan terhadap kupon maupun diskonto.
Namun, pajak diskonto hanya berlaku bagi pembelian obligasi di pasar primer, sedangkan di pasar sekunder diserahkan kepada mekanisme pasar. "Soalnya, diskonto di pasar sekunder merupakan capital gain bagi pemegangnya, sehingga tidak perlu dikenai pajak," ujarnya.
Patar menjelaskan, diskonto dikenakan terhadap obligasi tanpa kupon (zero coupon bond) dan obligasi yang dijual dengan kupon ditambah diskonto. Diskonto akan dipungut PPh 15% ketika terjadi pembelian. Adapun PPh kupon dikenakan ketika terjadi pembayaran bunga.
Ditjen Pajak, menurut dia, akan menetapkan masa transisi. Pada 2009-2010, pemerintah masih membebaskan. PPh (memberlakukan PPh 0%). Pada 2011-2012, PPh final diberlakukan 5%. "PPh final 15% baru dikenakan pada 2013 dan seterusnya," tuturnya.
Patar mengungkapkan, draf ketentuan itu telah disampaikan kepada Depkumham. Sesudah itu, usulan tersebut disampaikan ke Sekretariat Negara untuk disahkan presiden menjadi PP. "Kami sudah mengusulkan 15 rancangan PP ke Depkumham. Kami ha-rap bisa ditandatangani sebelum akhir tahun ini karena akan diberlakukan mulai 1 Januari 2009," tandas dia.
Dalam UU No 36 Tahun 2008 tentang PPh, pemerintah mencabut pengecualian bagi penghasilan yang diperoleh dari obligasi yang menjadi underlying asset reksa dana. Sebelumnya, penghasilan dari bunga obligasi yang menjadi underlying asset reksa dana di atas lima tahun dikenai PPh 20%.
Pemerintah juga mengenakan PPh final terhadap penghasilan dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, serta bunga simpanan yang dibayarkan
Sudah Diteken
Secara terpisah, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Ba-pepam-LK) Fuad Rahmany mengemukakan, juklak ketentuan PPh final reksa dana telah diteken dirjen pajak. Fuad mengaku tidak khawatir industri reksa dana terpukul akibat ketentuan baru itu. "Kenapa sebabnya, tidak perlu saya jelaskan," kilahnya.
Sementara itu. Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto mengatakan, pengenaan PPh reksa dana harus dikenakan secara final. Artinya, pajak harus dikenakan saat bunga atau return diperoleh dari instrumen-instrumen in-
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
Patar Simanjuntak juga mengatakan, PPh final bagi underlying asset lain dalam portofolio reksa dana tidak berubah. "Pemerintah belum berencana mengenakan pajak produk reksa dana. Reksa dana kan sudah dikenai fee oleh manajer investasi (MI) ketika melakukan redemption," ujarnya. Sebelumnya sempat dikabarkan, reksa dana akan dikenai PPh final 0,05% ketika terjadi pencairan dana (redemption).vestasi portofolio reksa dana.
"PPh harus dikenakan final karena reksa dana diproses melalui perhitungan nilai aktiva bersih (NAB), sehingga perhitungan reksa dana mengalami tutup buku setiap hari. Jadi, harus final, bagaimana kalau nasabah minta redemption tetapi tidak bisa di-ap-prove," ujarnya.
PPh final tersebut, kata dia, idealnya diberlakukan seragam bagi semua instrumen portofolio reksa dana, baik yang berbasis saham, obligasi, maupun deposito.
No comments:
Post a Comment