via detik.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium adanya keanehan dalam penyaluran dana hibah Kota Bandung tahun 2012. Alokasi sebesar Rp 435 miliar itu dinilai tidak wajar karena ada organisasi atau perorangan yang menerima dana dalam jumlah yang terbilang besar.
Hal itu diungkapkan Staf Spesialisasi Kerjasama Nasional KPK, Nanang Farid Syam dalam acara Diskusi Terbuka 'Dana Hibah: Korupsi dan Politik' di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan, Senin (9/7/2012). Nanang dokumen daftar penerima hibah tersebut dan baru sekilas membaca.
"Ini ada Rp 2 miliar untuk keluarga mahasiswa. Ada juga perorangan yang menerima Rp 200 juta, Rp 35 juta. Dalam penyaluran dana hibah ini harus ada azas kepatutan, azas manfaat dan azas keadilan. Kalau ada azas yang dilanggar, ini patut diduga (bermasalah-red). Nilai," ujar Syam.
Ia menuturkan, dana hibah seharusnya telah direncanakan akan diberikan dan disalurkan pada siapa dengan besaran berapa. Namun seringkali dalam prosesnya dana hibah disalurkan secara dadakan dan tak terencana.
"Celakanya di negara kita, kalau diberi dana itu dianggap turun dari langit, tidak menanyakan sumber darimana. Itu membuat kita kesulitan dapat alat bukti. Seperti kentut, bunyi kedengaran tapi bukti enggak ada," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Bidang Pekerja ICW, Sely Martini mengungkapkan berdasarkan riset penyeluran dana hibah di Provinsi Banten, ditemukan bahwa dari dari 156 penerima dana, 30 di antaranya mereka telusuri, dan 30 penerima tersebut ternyata fiktif.
"Modusnya, dana hibah tersebut disalurkan pada organisasi yang dimiliki oleh anak atau kerabat gubernurnya. Jadi seperti dinasti," ujarnya.
Hal itu diungkapkan Staf Spesialisasi Kerjasama Nasional KPK, Nanang Farid Syam dalam acara Diskusi Terbuka 'Dana Hibah: Korupsi dan Politik' di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan, Senin (9/7/2012). Nanang dokumen daftar penerima hibah tersebut dan baru sekilas membaca.
"Ini ada Rp 2 miliar untuk keluarga mahasiswa. Ada juga perorangan yang menerima Rp 200 juta, Rp 35 juta. Dalam penyaluran dana hibah ini harus ada azas kepatutan, azas manfaat dan azas keadilan. Kalau ada azas yang dilanggar, ini patut diduga (bermasalah-red). Nilai," ujar Syam.
Ia menuturkan, dana hibah seharusnya telah direncanakan akan diberikan dan disalurkan pada siapa dengan besaran berapa. Namun seringkali dalam prosesnya dana hibah disalurkan secara dadakan dan tak terencana.
"Celakanya di negara kita, kalau diberi dana itu dianggap turun dari langit, tidak menanyakan sumber darimana. Itu membuat kita kesulitan dapat alat bukti. Seperti kentut, bunyi kedengaran tapi bukti enggak ada," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Bidang Pekerja ICW, Sely Martini mengungkapkan berdasarkan riset penyeluran dana hibah di Provinsi Banten, ditemukan bahwa dari dari 156 penerima dana, 30 di antaranya mereka telusuri, dan 30 penerima tersebut ternyata fiktif.
"Modusnya, dana hibah tersebut disalurkan pada organisasi yang dimiliki oleh anak atau kerabat gubernurnya. Jadi seperti dinasti," ujarnya.
No comments:
Post a Comment