KAIRO, (PR).-
Rakyat Mesir, Rabu (23/5) melangsungkan pemilihan presiden untuk kali pertama pascatergulingnya Hosni Mubarak 15 bulan lalu. Pemilihan ini juga menandai berakhirnya kekuasaan Dewan Militer Tertinggi (SCAF) sebagai pemimpin sementara selama masa peralihan.
Dilaporkan, gelaran pilpres akan berlangsung selama dua hari sampai Kamis (24/5) di 13.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh penjuru Negara Piramida tersebut. TPS beroperasi mulai pukul 08.00 - 20.00 waktu setempat. Sementara hasil awal pilpres baru akan diketahui pada Minggu (27/5).
Antusias
Berdasarkan pemantauan sejumlah jurnalis internasional. mayoritas warga menyambut pilpres historis tersebut dengan suka cita. Pasalnya, selama era Mubarak, hasil pilpres sudah pasti dimenangkan pemimpin yang lengser pada Februari 2011 lalu itu.
Sistem pemerintahan yang diktaktor saat itu telah menyebabkan banyak warga malas menggunakan hak pilih mereka. Jika pun memilih, mereka sudah diarahkan untuk memilih Mubarak.
Saat ini keadaannya sudah berbeda. Usai MUbarak dilengserkan, Mesir memasuki periode pemerintahan demokratis yang ditandai dengan pelaksanaan pemilu secara jujur, bebas, dan adil. Oleh karena itu, pada pilpres kali ini, warga berharap kesewenang-senangan yang dilakukan pemerintah lalim di masa lalu tidak lagi terulang.
Antrian warga pemilih mulai terlihat sejak pukul 08.00 pagi saat semua TPS resmi dibuka. "Ini sungguh hari yang indah," kata warga bernama Nehmedo Abdel Hadi, yang memilih di TPS SD Omar Markram di daerah Kairo. "Sekarang saya bisa merasakan bahwa negara ini kini punya martabat," kata perempuan berkerudung berusia 46 tahun itu.
Sementara warga lainnya mengaku sangat bahagia karena untuk kali pertama dia dapat memilih dengan bebas tanpa rasa takut. "Ini kali pertama dalam sejarah Mesir kita boleh memilih presiden," kata Rania asal Mohandesseen, yang hari itu menggunakan pakaian gym dan rambutnya diikat ekor kuda. Saat ditanya siapa yang akan dipilih, Rania menjawab rahasia. "Hanya saya dan kotak suara saja yang tahu," ujarnya seraya tersenyum.
Pemenang Pilpres hadapi tantangan berat
Berdasarkan data KPU Mesir, jumlah warga pemilih yang terdaftar lebih dari 50 juta orang. Sementara kandidat yang bertarung sebanyak 12 capres dari kelompok Islamis dan sekuler. Kedua belas capres ini akan bersaing untuk menjadi presiden pertama Mesir di era demokrasi. Diantara mereka terdapat sejumlah nama yang sebelumnya sudah dikenal semasa era MUbarak, yaitu mantan Seken Liga Arab Amr Mussa. Dia dipandang sebagai calon kuat karena memiliki pengalaman sebagai politisi senior dan juga diplomat. Namun, kelemahannya dia punya hubungan dnegan rezim Mubarak. Hal yang sama juga terjadi pada kandidat lainnya, Ahmed Shafiq , yang pernah menjadi PM semasa Mubarak berkuasa.Kedua tokoh ini dianggap sebagai perwakilan rezim lama. Sementara dari kelompok Islamis, sejumlah calon mereka diantaranya Mohammed Mursi dan Abdel Moneim Abul Fotouh ((Ikhwanul Muslimin). Mereka mengklaim sebagai calon presiden yang bersedia untuk melakukan konsesnus dengan warga Mesir yang plural.
Siapapun yang menang dalam piplres ini, dia akan mendapat tugas yang snagat berat. Pasalnya, selain harus membenahi politik, juga harus memulihkan perekonomian Mesir yang kini sangat terpuruk. Di samping itu, presiden mendatang juga harus siap untuk menghadapi sejumlah isu sektarian di kalangan masyarakat Mesir yang sangat pluralis itu.
"Insiden Bentrokan antar massa pendukung capres"
Di pihak lain, pelaksanaan pilpres diwarnai sejumlah insiden kekerasan. Seorang polisi tewas tertembak di luar salah satu TPS di Kota Kairo, Rabu (23/5). Saat itu dia hendak melerai perkelahian di antara para pendukung dua capres berbeda. Selain menewaskan polisi, seorang warga pendukung salah satu capres dilaporkan terluka berat dalam bentrokan tersebut.
Menurut
Salah seorang pejabat senior Kemendagri yang minta identitasnya tidak disebutkan, mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan terjadinya insiden. Menurut dia, pihaknya telah mengantisipasi kejadian serupa dengan mengerahkan ribuan polisi dan tentara. Mereka bertugas untuk membantu menjaga keamanan selama pipres berlangsung. (AFP/Reuters/Guardian/A-133)***
Rakyat Mesir, Rabu (23/5) melangsungkan pemilihan presiden untuk kali pertama pascatergulingnya Hosni Mubarak 15 bulan lalu. Pemilihan ini juga menandai berakhirnya kekuasaan Dewan Militer Tertinggi (SCAF) sebagai pemimpin sementara selama masa peralihan.
Dilaporkan, gelaran pilpres akan berlangsung selama dua hari sampai Kamis (24/5) di 13.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh penjuru Negara Piramida tersebut. TPS beroperasi mulai pukul 08.00 - 20.00 waktu setempat. Sementara hasil awal pilpres baru akan diketahui pada Minggu (27/5).
Antusias
Berdasarkan pemantauan sejumlah jurnalis internasional. mayoritas warga menyambut pilpres historis tersebut dengan suka cita. Pasalnya, selama era Mubarak, hasil pilpres sudah pasti dimenangkan pemimpin yang lengser pada Februari 2011 lalu itu.
Sistem pemerintahan yang diktaktor saat itu telah menyebabkan banyak warga malas menggunakan hak pilih mereka. Jika pun memilih, mereka sudah diarahkan untuk memilih Mubarak.
Saat ini keadaannya sudah berbeda. Usai MUbarak dilengserkan, Mesir memasuki periode pemerintahan demokratis yang ditandai dengan pelaksanaan pemilu secara jujur, bebas, dan adil. Oleh karena itu, pada pilpres kali ini, warga berharap kesewenang-senangan yang dilakukan pemerintah lalim di masa lalu tidak lagi terulang.
Antrian warga pemilih mulai terlihat sejak pukul 08.00 pagi saat semua TPS resmi dibuka. "Ini sungguh hari yang indah," kata warga bernama Nehmedo Abdel Hadi, yang memilih di TPS SD Omar Markram di daerah Kairo. "Sekarang saya bisa merasakan bahwa negara ini kini punya martabat," kata perempuan berkerudung berusia 46 tahun itu.
Sementara warga lainnya mengaku sangat bahagia karena untuk kali pertama dia dapat memilih dengan bebas tanpa rasa takut. "Ini kali pertama dalam sejarah Mesir kita boleh memilih presiden," kata Rania asal Mohandesseen, yang hari itu menggunakan pakaian gym dan rambutnya diikat ekor kuda. Saat ditanya siapa yang akan dipilih, Rania menjawab rahasia. "Hanya saya dan kotak suara saja yang tahu," ujarnya seraya tersenyum.
Pemenang Pilpres hadapi tantangan berat
Berdasarkan data KPU Mesir, jumlah warga pemilih yang terdaftar lebih dari 50 juta orang. Sementara kandidat yang bertarung sebanyak 12 capres dari kelompok Islamis dan sekuler. Kedua belas capres ini akan bersaing untuk menjadi presiden pertama Mesir di era demokrasi. Diantara mereka terdapat sejumlah nama yang sebelumnya sudah dikenal semasa era MUbarak, yaitu mantan Seken Liga Arab Amr Mussa. Dia dipandang sebagai calon kuat karena memiliki pengalaman sebagai politisi senior dan juga diplomat. Namun, kelemahannya dia punya hubungan dnegan rezim Mubarak. Hal yang sama juga terjadi pada kandidat lainnya, Ahmed Shafiq , yang pernah menjadi PM semasa Mubarak berkuasa.Kedua tokoh ini dianggap sebagai perwakilan rezim lama. Sementara dari kelompok Islamis, sejumlah calon mereka diantaranya Mohammed Mursi dan Abdel Moneim Abul Fotouh ((Ikhwanul Muslimin). Mereka mengklaim sebagai calon presiden yang bersedia untuk melakukan konsesnus dengan warga Mesir yang plural.
Siapapun yang menang dalam piplres ini, dia akan mendapat tugas yang snagat berat. Pasalnya, selain harus membenahi politik, juga harus memulihkan perekonomian Mesir yang kini sangat terpuruk. Di samping itu, presiden mendatang juga harus siap untuk menghadapi sejumlah isu sektarian di kalangan masyarakat Mesir yang sangat pluralis itu.
"Insiden Bentrokan antar massa pendukung capres"
Di pihak lain, pelaksanaan pilpres diwarnai sejumlah insiden kekerasan. Seorang polisi tewas tertembak di luar salah satu TPS di Kota Kairo, Rabu (23/5). Saat itu dia hendak melerai perkelahian di antara para pendukung dua capres berbeda. Selain menewaskan polisi, seorang warga pendukung salah satu capres dilaporkan terluka berat dalam bentrokan tersebut.
Menurut
Salah seorang pejabat senior Kemendagri yang minta identitasnya tidak disebutkan, mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan terjadinya insiden. Menurut dia, pihaknya telah mengantisipasi kejadian serupa dengan mengerahkan ribuan polisi dan tentara. Mereka bertugas untuk membantu menjaga keamanan selama pipres berlangsung. (AFP/Reuters/Guardian/A-133)***
No comments:
Post a Comment