I am lucky to have an opportunity living and study in that country
Belakangan ini, para pengelola universitas di Australia sudah mengeluhkan bahwa Australia mulai kalah bersaing dibandingkan negara lain. Jumlah mahasiswa internasional turun 20 persen belakangan ini, sejak mencapai angka tertinggi sebanyak 472.214 di tahun 2010.
"Australia memang menikmati pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara maju lain dalam lima tahun terakhir, namun ini juga menyebabkan nilai dolar lebih tinggi, sehingga mempengaruhi daya saing sektor ekspor termasuk di bidang pendidikan." kata Graham Heunis, kepala bank ritel HSBC di Australia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pendidikan Internasional Australia Phil Honeywood mengatakan Australia memiliki sistem visa "paling mahal, lambat dan kaku" di dunia. Menurutnya, pendidikan internasional menyumbang 15 miliar dolar ke dalam perekonomian dan mempekerjakan lebih dari 100 ribu orang.
Menurut Honeywodd, sektor pendidikan kurang mendapatkan dukungan kuat dari pemerintah seperti yang diperlihatkan ke sektor lain seperti turisme, pertambangan dan manufaktur. Menurut mantan Ketua Dewan Mahasiswa Internasional Australia Aleem Nizari, visa kerja untuk mahasiswa asing yang baru saja menyelesaikan kuliahnya menjadi salah satu masalah yang mengganjal. Dia mengatakan banyak majikan yang bingung mengenai visa kerja setelah kuliah tersebut. Karena banyak yang tidak jelas, sehingga mempersulit para lulusan universitas asing untuk mendapatkan pengalaman kerja sebelum pulang ke negara masing-masing.
Menurut laporan koresponden Kompas.com di Australia L. Sastra Wijaya, bila seorang mahasiswa asing menghabiskan Rp 380 juta setahun di Australia, dari 12 negara yang disurvei, belajar di Jerman paling murah sekitar Rp 62 juta.
Di Asia, Singapura menjadi tempat paling mahal, dengan biaya tahunan sekitar Rp 240 juta, disusul Jepang Rp 190 juta. China dan Taiwan relatif lebih murah, sekitar Rp 80 juta per tahun.
SYDNEY, KOMPAS.COM - Karena nilai dolar yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir, Australia mengalahkan Amerika Serikat dan Inggris sebagai tempat kuliah paling mahal di dunia bagi mahasiswa asing.
Dalam penelitian yang dilakukan bank HSBC, rata-rata biaya kuliah dan biaya hidup di Australia setahunnya sekitar 38 ribu dolar AS (hampir Rp 380 juta), sementara di AS, nilainya sekitar 35 ribu dan di Inggris 30 ribu dolar. Namun menurut laporan The Age hari Rabu (14/8), menurunnya nilai tukar dolar Australia belakangan dan perbaikan dalam sistem pemberian visa mungkin akan membuat jumlah mahasiswa asing yang memilih Australia akan meningkat lagi.
Dalam penelitian yang dilakukan bank HSBC, rata-rata biaya kuliah dan biaya hidup di Australia setahunnya sekitar 38 ribu dolar AS (hampir Rp 380 juta), sementara di AS, nilainya sekitar 35 ribu dan di Inggris 30 ribu dolar. Namun menurut laporan The Age hari Rabu (14/8), menurunnya nilai tukar dolar Australia belakangan dan perbaikan dalam sistem pemberian visa mungkin akan membuat jumlah mahasiswa asing yang memilih Australia akan meningkat lagi.
Belakangan ini, para pengelola universitas di Australia sudah mengeluhkan bahwa Australia mulai kalah bersaing dibandingkan negara lain. Jumlah mahasiswa internasional turun 20 persen belakangan ini, sejak mencapai angka tertinggi sebanyak 472.214 di tahun 2010.
"Australia memang menikmati pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara maju lain dalam lima tahun terakhir, namun ini juga menyebabkan nilai dolar lebih tinggi, sehingga mempengaruhi daya saing sektor ekspor termasuk di bidang pendidikan." kata Graham Heunis, kepala bank ritel HSBC di Australia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pendidikan Internasional Australia Phil Honeywood mengatakan Australia memiliki sistem visa "paling mahal, lambat dan kaku" di dunia. Menurutnya, pendidikan internasional menyumbang 15 miliar dolar ke dalam perekonomian dan mempekerjakan lebih dari 100 ribu orang.
Menurut Honeywodd, sektor pendidikan kurang mendapatkan dukungan kuat dari pemerintah seperti yang diperlihatkan ke sektor lain seperti turisme, pertambangan dan manufaktur. Menurut mantan Ketua Dewan Mahasiswa Internasional Australia Aleem Nizari, visa kerja untuk mahasiswa asing yang baru saja menyelesaikan kuliahnya menjadi salah satu masalah yang mengganjal. Dia mengatakan banyak majikan yang bingung mengenai visa kerja setelah kuliah tersebut. Karena banyak yang tidak jelas, sehingga mempersulit para lulusan universitas asing untuk mendapatkan pengalaman kerja sebelum pulang ke negara masing-masing.
Menurut laporan koresponden Kompas.com di Australia L. Sastra Wijaya, bila seorang mahasiswa asing menghabiskan Rp 380 juta setahun di Australia, dari 12 negara yang disurvei, belajar di Jerman paling murah sekitar Rp 62 juta.
Di Asia, Singapura menjadi tempat paling mahal, dengan biaya tahunan sekitar Rp 240 juta, disusul Jepang Rp 190 juta. China dan Taiwan relatif lebih murah, sekitar Rp 80 juta per tahun.
No comments:
Post a Comment