Peraturan yang berlaku saat ini belum seluruhnya mengakomodir kepentingan penghuni rumah susun (rusun) baik menengah atas maupun bawah (rusunami) terutama apabila terjadi perselisihan (dispute) dengan pengembang.
"Kalaupun ada peraturan masih berupa kesepakatan penghuni dengan pengembang Rusun," kata praktisi hukum properti, Erwin Kallo, dalam seminar bertajuk Implementasi dan Permasalahan Hukum Pengelolaan Rusun di Indonesia, Rabu (19/8).
Erwin mengatakan, kalaupun terjadi penyelesaian mengacu kepada intepretasi masih-masih pihak mengacu peraturan yang ada sehingga membutuhkan waktu lama yang sebenarnya tidak perlu.
Problem itu sebenarnya sudah dirasakan sejak lama akan tetapi baru meledak akhir-akhir ini, bahkan beberapa kasus perselisihan sudah ada yang diselesaikan melalui pengadilan, jelasnya.
Erwin mengatakan, penghuni yang dirugikan biasanya disebabkan tidak cermat dalam mempelajari perjanjian, sehingga ke depan memang dibutuhkan peraturan untuk melindungi penghuni Rusun.
Sedangkan Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Prof Arie Sukanti Hutagalung SH MLI mengatakan, peraturan di luar negeri seperti di New South Wales, pemilikan properti hanya bangunan tidak berikut tanah. Sedangkan di Indonesia masih menganut pemilikan properti harus berikut tanah yang sebenarnya sulit diterapkan untuk Rusun, disinilah butuh payung hukum baik undang-undang maupun peraturan pemerintah sebagai penjabarannya.
Persoalannya, kata Arie, untuk membuat undang-undang Rusun itu sulit untuk dapat direalisasikan, padahal dirinya pernah dilibatkan sebagai tenaga ahli dalam pembuatan draftnya. "Waktu itu bahkan sudah sampai tahap final di DPR-RI tetapi entah mengapa tidak dapat diwujudkan, sehingga akhirnya terpaksa dituangkan dalam bentuk Keppres," jelasnya.
Hal yang sama juga dialami dalam mengamandemen UU Agraria yang draftnya sudah selesai dibuat akan tetapi tidak kunjung direalisasikan padahal merupakan produk lama yang sudah tidak tepat dengan perkembangan saat ini, paparnya.
Erwin mengingatkan, apabila Indonesia ingin meningkatkan nilai tambah di sektor ini maka harus dilakukan perubahan peraturan kalau tidak kondusif maka sulit mengharapkan sektor ini tumbuh pesat. Sebagai gambaran dengan unit rusun Rp400 juta di Indonesia, di Malaysia harganya sudah Rp1 miliar, padahal sektor ini menyumbang iklan nomor dua terbesar di Indonesia setelah rokok, kata Erwin Kallo.
Translate
Sunday, August 23, 2009
Masalah Rusun di Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment