Tempointeraktif.Com - Pasien Rumah Sakit GPI Protes Biaya Operasi Membengkak
So, if this Rumah sakit Borromeus charge her appendicitis operation by 12 million, it means this hospital is ripping off her. Just let's see how much it will charge.
So, if this Rumah sakit Borromeus charge her appendicitis operation by 12 million, it means this hospital is ripping off her. Just let's see how much it will charge.
TEMPO Interaktif, Depok - Nasriyah (37), warga Jalan Nusa Indah no.14 RT3/RW4, Kelurahan Beji Timur, Depok memprotes biaya rawat inap adiknya, Rina (23) yang mencapai Rp 11 juta. Menurutnya biaya tersebut tidak masuk akal, apalagi pasien hanya menjalani operasi usus buntu dan dirawat selama tiga hari di Rumah Sakit Graha Permata Ibu (GPI), Kukusan, Depok.
Menurutnya, ketika mengantar adiknya ke rumah sakit, ia sempat menanyakan ke bagian informasi biaya rawat inap kamar kelas dua selama tiga hari. "Mereka bilang 4,5 juta tanpa obat," ujarnya kepada wartawan di halaman rumah sakit, Jumat (10/07). Ternyata ketika akan pulang ia disodorkan tagihan yang membumbung hingga mencapai Rp 11 juta.
Nasriyah meganggap nominal tersebut tidak masuk akal. Apalagi tagihan yang cukup besar adalah biaya obat-obatan dimana pasien tidak merasa mengkonsumsi obat sebanyak yang tertera di tagihan. "Masak cuma rawat tiga hari biaya sampai setinggi itu. Adik saya juga tidak merasa mengonsumsi obat sebanyak itu," jelasnya. Ia mengatakan ingin tetap membawa adiknya pulang dan hanya bersedia membayar biaya maksimal sampai Rp 6 juta saja.
Si pasien, Rina mengaku hanya mendapat obat penurun panas sekitar tiga kali. Sedangkan obat yang lain masuk melalui infus. Menurut Supriyanto (46), kakak ipar korban, banyak obat yang diberikan ke pasien tidak dikonsultasikan dulu ke keluarga. "Tiap keluarga punya hak untuk tahu obat yang diberikan dan berapa biayanya. Jangan asal memberikan saja," jelasnya.
Sementara itu, manajer keuangan Rumah Sakit Graha Permata Ibu, Adin Prijanto mengatakan sejak awal masuk keluarga sudah menyanggupi biaya perawatan yang ditaksirkan mencapai Rp 4,5 juta tanpa obat-obatan dan alat disposibel. "Mungkin pasien kaget ketika melihat tagihannya jadi sebesar itu," ujarnya. Ia mengaku beberapa obat yang diberikan ke pasien tidak dikonsultasikan, baik mengenai biaya maupun jenis obatnya. Pasalnya sejak awal keluarga tidak pernah menyatakan tidak mampu dan memilih untuk masuk di kamar kelas dua. "Kalau pasien nyatakan tidak mampu tentunya kami berikan obat generik. Tapi ini kan pasien kelas dua, tentunya yang diberikan adalah obat yang efektifitasnya lebih baik bukan obat generik," jelas Adin.
Selain itu, semasa pasien dalam perawatan di rumah sakit memang ada tindakan-tindakan medis yang harus segera dilakukan, sehingga tidak mungkin jika harus dikonsultasikan ke pasien terlebih dahulu. Jadi keluarga mungkin tidak menyangka jika biaya obat-obatan membengkak bisa mencapai sekitar Rp 5 juta.
Akhirnya melihat keluarga yang ternyata tidak sanggup membayar, pihak Rumah Sakit Graha Permata Ibu memberikan keringanan biaya dan mempersilakan pihak keluarga membayar sebesar Rp 7 juta. Meski demikian, pihak rumah sakit enggan memberitahu biaya-biaya apa saja dari tagihan tersebut yang akhirnya dikurangi.
No comments:
Post a Comment