Instagram

Translate

Showing posts with label investment. Show all posts
Showing posts with label investment. Show all posts

Saturday, April 10, 2010

Jangan pilih asuransi yang digabungkan dengan investasi/ unit link

detik Finance :
I joined Prudential last year...after reading this article, I felt Prudential has ripped me off. I pay IDR 750.000/month (USD $ 85/month)..what should I do..I have paid for 7 months, can I ask my money back?
Dalam melakukan perencanaan keuangan, seseorang dihadapkan dengan keharusan untuk melakukan perlindungan aset yang dimiliki dan kita semua sepakat bahwa aset yang sangat berharga dan tidak dapat ternilai dengan uang adalah kehidupan atau jiwa seorang manusia.

Selanjutnya dapatkah kita menghitung dengan benar uang pertanggungan asuransi jiwa dengan tepat? Sehingga jika terjadi risiko meninggal maka kita dapat meninggalkan warisan berupa uang pertanggungan yang layak kepada mereka yang kita tinggalkan.

Pembaca yang bijak, sebelum kita membahas metoda perhitungan uang pertanggungan asuransi jiwa, ada baiknya kita perhatikan bahwa dasar untuk menghitung besarnya uang pertanggungan adalah berdasarkan perhitungan 'nilai ekonomis' dari yang bersangkutan. Nilai ekonomis yang dimaksud adalah besarnya pendapatan atau income rata-rata perbulan pada saat ini. Jadi jika seseorang mengalami peningkatan pendapatan maka sudah selayaknya besar uang pertanggunganpun ditambah.

Metoda perhitungan uang pertanggungan ada bermacam-macam, namun pada umumnya kami membagi menjadi 3 (tiga) kelompok metoda perhitungan, yakni:

1.Metoda Human Life Value: pada metoda ini uang pertanggungan mutlak dihitung berdasarkan income bulanan dikali dengan lama dana tersedia untuk menopang hidup, tanpa memperhatikan faktor bunga maupun pertumbuhan dana jika uang pertanggungan disimpan dalam produk perbankan.

2.Metoda Income Based Value: metoda ini menghitung uang pertanggungan dengan memperhitungkan besarnya bunga atau return jika uang pertanggungan yang diterima disimpan dalam produk perbankan.

3.Metoda Financial Needs Based Value: besar uang pertanggungan memiliki kisaran minimal sama dengan besarnya uang kebutuhan tertentu saat ini (present value) dikali dengan 150%. Sedangkan uang pertanggungan maksimal adalah sebesar uang dimasa mendatang (future value) dikali dengan 80%.

Metoda ini mutlak dikombinasikan dengan investasi yang dilakukan (baik secara bulanan atau tahunan) untuk mencapai kebutuhan keuangan dimasa mendatang (future value) dari kebutuhan keuangan tersebut. Metoda ini juga dapat dipakai bagi mereka yang sudah memiliki penghasilan bulanan yang sangat besar sehingga kedua metoda lain yang disebut diatas tidak mungkin digunakan lagi karena akan memberikan jumlah uang pertanggungan yang terlalu besar (kecil kemungkinan uang pertanggungan disetujui oleh perusahaan asuransi).

Untuk lebih jelasnya marilah kita simak contoh kasus berikut:

Seorang bapak usia 30 tahun memiliki penghasilan perbulan sebesar Rp 5.000.000,-. Sang bapak memiliki istri dan seorang anak yang berusia 0 tahun (baru lahir). Sang bapak ingin menyekolahkan anaknya di universitas yang terbaik di Indonesia.

Menurut perhitungannya biaya kuliah saat ini selama 4 tahun sudah termasuk biaya pendaftaran dan biaya belajar mengajar, SKS dan sebagainya diluar biaya buku dan transpor adalah sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah), dengan memperhatikan faktor kenaikan biaya pendidikan sebesar 18% pertahun, selama 18 tahun biaya tersebut membengkak menjadi Rp 1.573.860.075,- (satu milyar lima ratus tujuh puluh tiga juta delapan ratus enam puluh ribu tujuh puluh lima rupiah). Untuk melindungi keluarga maka besarnya UP (uang pertanggungan) asuransi jiwa yang layak bagi bapak tersebut adalah sebesar:

a. Jika menggunakan metoda Human Life Value: maka UP adalah sebesar Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), mampu menopang kehidupan keluarga selama maksimal 10 tahun.

b. Jika menggunakan metoda Income Based Value: maka UP adalah sebesar Rp 1.200.000.000,- (satu milyar dua ratus juta rupiah), dengan memperhitungkan bunga sebesar 5% pertahun jika UP tersebut disimpan dalam produk perbankan, maka hasil bunga sebesar Rp 5.000.000,-. Dapat digunakan untuk menopang kehidupan keluarga.

c. Jika menggunakan metoda Financial Needs Based Value: maka UP yang layak (atas kebutuhan perencanaan pendidikan anak) adalah sebesar Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) hingga Rp 1.260.000.000,- (satu milyar dua ratus enam puluh juta rupiah).

Selanjutnya adalah bagaimana cara yang terbaik untuk memilih produk asuransi jiwa yang paling sesuai? Dalam hal pemilihan produk tentu kita akan memilih produk yang paling optimal, dalam hal kasus diatas tentunya kita harus mengetahui kisaran premi untuk masing-masing UP yang ada sehingga kita mendapatkan manfaat yang terbaik yakni UP yang tinggi namum dengan pembayaran premi minimal.

Berikut ini ingin kami sampaikan tabel kisaran premi pertahun atau perbulan pada contoh kasus diatas (untuk laki-laki Indonesia dengan kondisi kesehatan, tinggi dan berat badan normal):

Tabel untuk usia 30 tahun
Uang Pertanggungan (UP) Premi minimum (per tahun) Premi maksimum (per tahun) Premi Minimum (per bulan) Premi maksimum (per bulan)
Rp 120.000.000 Rp 163.200 Rp 440.640 Rp 13.600 Rp 36.720
Rp 600.000.000 Rp 816.000 Rp 2.203.200 Rp 68.000 Rp 183.600
Rp 1.200.000.000 Rp 1.632.000 Rp 4.406.400
Rp 136.000 Rp 367.200
Rp 1.260.000.000 Rp 1.713.600 Rp 4.626.720 Rp 142.800 Rp 385.560

Tabel untuk usia 35 tahun
Uang Pertanggungan (UP) Premim Minimum (per tahun) Premim Maksimum (per tahun) Premi Minimum (per bulan Premi Maksimum (per bulan
Rp 120.000.000 Rp 195.000 Rp 526.500 Rp 16.250 Rp 43.875
Rp 600.000.000
Rp 975.000 Rp 2.632.500 Rp 81.250 Rp 219.275
Rp 1.200.000.000 Rp 1.950.000 Rp 5.265.000 Rp 162.500 Rp 438.750
Rp 1.260.000.000 Rp 2.047.500 Rp 5.528.250 Rp 170.625
Rp 460.688
Sebagai informasi kisaran premi yang kami sampaikan diatas adalah kisaran premi dari asuransi tradisional dengan tipe YRT (Yearly Renewable Term) dengan penambahan jumlah premi setiap tahunnya (lihat contoh tabel diatas), data ini kami olah dari perusahaan asuransi jiwa yang ada di Indonesia, dan memiliki produk asuransi jiwa tipe YRT. Produk ini sangat direkomendasikan untuk dilakukan secara konsisten hingga setidaknya anak telah memasuki kuliah di universitas.

Pembaca yang bijak, sekali lagi ingin kami sampaikan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimal contoh kasus diatas sebaiknya pilihlah produk asuransi yang tidak digabungkan dengan investasi atau dikenal dengan sebutan unit link karena jika tidak premi yang dibayarkan (dengan UP yang sama)akan lebih mahal. Kondisi ini tentu akan memicu peluang proteksi asuransi dengan UP yang besar secara berkesinambungan berpotensi gagal atau dalam istilah asuransi disebut dengan lapse.

Demikian pembaca setelah kita memutuskan besar UP yang paling cocok dengan kebutuhan maupun kemampuan kita, langkah berikut adalah lakukan investasi secara terpisah dengan asuransi jiwa sehingga secara jangka panjang pertumbuhan dana akan lebih baik dan pada akhirnya tujuan keuangan akan tercapai. Selamat melakukan perencanaan keuangan dengan cerdas, planning well living well, keputusan ada ditangan anda.

Taufik Gumulya, CFP® Perencana Keuangan pada TGRM Financial Planning Services.


Wednesday, March 17, 2010

Few days ago (Friday) I bought some USDs at the rate IDR 9.162. Now
(2:26 PM) it it is just IDR 9.102 (sigh), meaning I lost IDR 60 per US
dollar I bought ($$$$). I don't understand why USD is weakening
toward IDR. I am not financial expert anyway. I am still learning how
to invest. But, I found, I am always in the wrong action (sigh).
Because complaining would not make me happy, I just try to pacify myself by saying "It is ok, just leave it", hoping I will have gains later...I don't know when :)..Let's see what is next happening :) I am really a beginner in these things..........

Thursday, January 21, 2010

Sukuk Ritel SR002

Paninsekuritas.co.id
Pemerintah menyosialisasikan rencana penerbitan dan penjualan sukuk ritel dengan menggelar kegiatan pre-marketing Sukuk Negara Ritel Seri SR-002 ke berbagai daerah di Indonesia sehingga penjualan sukuk ritel 2010 akan tersebar ke daerah.

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan, kegiatan pre-marketing dilaksanakan sejak 7 hingga 22 Januari 2010 di berbagai daerah baik kawasan Indonesia bagian barat maupun kawasan Indonesia bagian timur.

Kegiatan pre-marketing itu digelar di Semarang (Jawa Tengah), Balikpapan (Kalimantan Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), Surabaya (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), dan Pekanbaru (Riau). Kegaitan pre-marketing sukuk ritel penting mengingat sasaran investor adalah individu atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI).

Pemerintah akan menerbitkan dan menjual Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel/ Sukuk Negara Ritel Seri SR-002 pada Februari 2010. Sukuk Ritel ini akan diterbitkan menggunakan akad yang sama dengan Sukuk Negara Ritel seri SR-001 yaitu Ijarah Sale and Lease Back dengan tenor 3 tahun, indikatif size sebesar Rp3 triliun, minimum pembelian Rp5 juta dan kelipatannya, dan tanpa batasan maksimum pembelian.

Imbalan berupa kupon tetap yang dibayarkan secara periodik setiap bulan yang akan ditetapkan kemudian. Masa penawaran dimulai pada tanggal 25 Januari 2010 dan ditutup pada tanggal 5 Februari 2010.

Sesuai dengan surat Persetujuan DPR tanggal 31 Agustus 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 04/PMK.08/2009 tanggal 16 Januari 2009, Barang Milik Negara (BMN) yang akan digunakan sebagai underlying asset penerbitan SBSN, berupa tanah dan bangunan milik negara dengan nilai total sebesar Rp25,9 triliun.

Pemerintah dibantu oleh 18 agen penjual dalam penerbitan dan penjualan Sukuk Ritel SR-002 ini. Agen penjual itu terdiri dari 10 bank yitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Syariah Mandiri, Citibank N.A, Bank CIMB Niaga, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Bank BII, Bank Permata, Bank OCBC NISP, dan Standard Chartered Bank. Juga 8 perusahaan efek yaitu Trimegah Securities, Danareksa Sekuritas, Andalan Artha Advisindo Sekuritas, Bahana Securities, Ciptadana Securities, Sucorinvest Central Gani, Mega Capital Indonesia, dan Reliance Securities. Juga Konsultan Hukum AZP Consultan.

Pada penerbitan sukuk ritel sebelumnya (SR-001 pada awal tahun 2009) pemerintah menyerap dana sebesar Rp5,56 triliun dari jumlah investor sebanyak 14.295 orang. Dari total investor sukuk ritel SR-001, terbanyak dari Indonesia bagian barat (selain Jakarta) yang mencapai 51,65 persen. Diikuti DKI Jakarta 41,53 persen, Indonesia bagian tengah 4,41 persen dan Indonesia bagian timur 2,41 persen. Sementara, untuk volume pemesanan dari total penjualan Rp5,56 triliun, sebanyak 53,54 persen dari DKI Jakarta dan Indonesia bagian barat 42,81 persen.


Reksadana

Perencanaan Keuangan di Tengah Lesunya Ekonomi | PortalReksadana.com
Di tengah krisis ekonomi dan finansial dunia saat ini, dimana sebaiknya kita menempatkan dana kita? Pertanyaan ini banyak dilontarkan oleh nasabah akhir-akhir ini.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan agar investasi kita memberi nilai tambah yang terbaik, maka ada 5 pilar dalam berinvestasi yang harus diperhatikan:

1. Investment Objectives: pahami tujuan kita untuk berinvestasi

Pada kondisi sekarang ini, maka pengamanan dana darurat (dana yang diperlukan saat menghadapi situasi darurat) mutlak dibutuhkan. Dana darurat dapat ditempatkan pada deposito bulanan ataupun reksa dana pasar uang yang memberikan likuiditas tinggi (mudah dicairkan). Umumnya, besarnya dana darurat yang perlu disisihkan dapat mencapai 3 sampai 6 kali pengeluaran bulanan.

Setelah dana darurat terpenuhi, pertimbangkan investasi jangka menengah-panjang di instrumen obligasi atau reksa dana pendapatan tetap. Disini, pertimbangan faktor keamanan memegang peranan penting, dimana obligasi pemerintah (ORI) atau sukuk dapat dijadikan sebagai pilihan kita.

Setelah semua tujuan tersebut terpenuhi, barulah kita berinvestasi untuk tujuan jangka panjang. Investasi langsung di saham atau reksa dana saham, maupun investasi di properti dapat kita pertimbangkan.

2. Time Horizon: berapa lama waktu yang dibutuhkan?

Maksudnya, berapa lama lagi dana tersebut akan kita butuhkan. Apakah investasi ini untuk jangka panjang (pensiun, pendidikan anak), atau jangka pendek (bayar hutang, beli mobil, liburan ke Bali)?

3. Return Profile: “Berapa banyak uang yang siap kita korbankan?”

Semua instrumen investasi memiliki risiko, high risk-high potensial return. Tabungan/deposito, memang dijamin oleh pemerintah (LPS), tapi instrumen ini sangat peka terhadap inflasi. Jika tabungan kita memiliki bunga sekitar 4% sedangkan inflasi 8%, maka sebenarnya nilai uang kita menyusut setiap tahunnya. Jika kita investasi di reksa dana atau bahkan berinvestasi langsung di bursa saham atau valuta asing, maka kita akan memiliki eksposur terhadap risiko fluktuasi pasar yang rentan terhadap kebijakan pemerintah, perkembangan ekonomi dunia, walaupun kita memiliki potensi keuntungan yang besar jika perekonomian mulai membaik. Properti juga tidak selamanya aman; lihat saja krisis di AS saat ini, dan beberapa kejadian tertentu (atau bencana alam) yang dapat menghilangkan nilai aset tersebut.

4. Asset Allocation: Diversifikasi untuk mendapatkan portofolio yang optimal

Ingat: jangan taruh semua telur Anda dalam satu keranjang; alias jangan investasikan 100% dana Anda pada satu jenis instrumen.

5. Periodic Review: Monitor perkembangan portofolio secara berkala

Dalam hal ini, Re-balancing portofolio investasi sesuai dengan aset alokasi dan profil risiko kita. Biasanya dilakukan setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali.

Dalam berinvestasi, yang susah adalah menjaga komitmen dan konsistensi. Komitmen untuk tetap berinvestasi (alias tidak cut-loss di masa krisis seperti ini), dan tetap konsisten untuk terus berinvestasi. Saat kondisi pasar sedang bullish, mudah sekali rasanya untuk menyisihkan sebagian dana untuk menambah investasi. Tapi saat kondisi pasar sedang bearish seperti sekarang, rasanya pasti males untuk melakukan Top Up.

Tapi itulah investasi, jika time horizon yang direncanakan adalah 5 – 10 tahun, maka seharusnya tidak perlu khawatir dengan fluktuasi pasar saat ini. Tidak ada kondisi yang buruk melulu, dan tidak mungkin juga iklim investasi yang terus-terusan baik. Menabung untuk jangka panjang menjadi tidak make sense, karena nilai inflasi yang begitu tinggi. Belum lagi kebutuhan dana di masa datang yang cukup besar untuk pendidikan anak, pensiun, dll.

So brave yourselves, meskipun keadaan ekonomi sedang tidak menentu, program investasi harus tetap jalan. Belum punya program investasi? Mulailah sekarang! Lakukan secara bertahap (dollar cost averaging) dengan Installment Plan Reksa Dana di Bank Mandiri!

Installment Plan Reksa Dana Bank Mandiri merupakan fitur tambahan untuk pembelian/subscription reksa dana secara berkala dan otomatis setiap bulan (automatic monthly subscription). Dengan fitur ini, rekening tabungan akan didebet secara otomatis setiap bulan sesuai tanggal yang dipilih (antara tanggal 1 s.d tgl 28) dan nilai nominal yang telah ditetapkan.

Jumlah minimum untuk investasi secara berkala dengan installment plan mulai dari Rp 100.000,- atau sesuai dengan minimum yang tertera di prospektus untuk 1 produk. Namun demikian, apabila Bapak/Ibu belum memiliki produk reksa dana yang akan ditambahkan melalui fitur installment plan, Bapak/Ibu harus melakukan pembelian awal terlebih dahulu yang besarnya minimum Rp 500.000,- atau sesuai minimum pembelian awal yang tercantum di prospektus.

Seluruh Reksa Dana terbuka (34 produk) yang dijual melalui Bank Mandiri baik itu Reksa Dana Pasar Uang, Pendapatan Tetap, Campuran, Saham ataupun Reksa Dana Indeks dapat dilakukan dengan installment plan. Tidak ada biaya administrasi untuk keikutsertaan fitur installment plan, biaya yang dikenakan adalah subscription fee berkisar antara 0 % s.d. 3 % dan redemption fee berkisar 0 % s.d. 1,5% untuk penempatan dibawah 1 tahun (diatas 1 tahun pada umumnya berlaku redemption fee 0%).

Ada pertanyaan apakah dengan dana sebesar Rp. 200.000,- atau Rp. 300.000,- dapat memenuhi salah satu kebutuhan masa depan?

Sebenarnya apakah dana yang relatif rendah akan mampu menutupi kebutuhan masa depan sangat tergantung dari besar kebutuhan Bapak / Ibu dan seberapa lama jangka waktu investasinya. Tetapi sebagai gambaran dapat saya paparkan beberapa contoh di bawah ini :

1. Apabila Bapak/Ibu pergi ke pusat perbelanjaan (mall) bersama keluarga dan menghabiskan dana Rp 300.000,- untuk satu kali pergi atau misalnya Bapak/Ibu merokok dan menghabiskan 1 bungkus rokok per hari maka dengan asumsi harga rokok Rp 10.000,- dalam 1 bulan Bapak/Ibu harus mengeluarkan dana sekitar Rp 300.000,-. per bulan. Pernah kah Bapak/Ibu menghitung apabila Bapak/Ibu mengorbankan untuk tidak pergi ke mall 1 kali dalam 1 bulan atau berhenti merokok dan mengalihkan dana tersebut untuk investasi rutin bulanan di reksa dana saham (asumsi indikasi imbal hasil 15 % p.a nett) ? besarnya akumulasi dana Bapak/Ibu dapat dilihat pada ilustasi sbb:
Jangka Waktu Investasi Perhitungan Dana yang Terkumpul
5 Tahun Rp 26.572.352,-
10 Tahun Rp 82.565.118,-
15 Tahun Rp 200.552.028,-
20 Tahun Rp 449.171.844,-
dst.. dst..

Jadi, hanya dengan mengorbanabkan 1 kali pergi ke mall atau berhenti merokok dan semakin dini investasi berkala Bapak/Ibu lakukan, Bapak/Ibu dapat menikmati hasil investasi yang cukup signifikan.

2. Apabila Bapak/Ibu memiliki deposito sebesar Rp 50 juta dan memperoleh bunga + Rp 200.000,- / bulan maka bunga deposito Bapak/Ibu dapat dimanfaatkan untuk berinvestasi dalam rangka mempersiapkan kebutuhan masa depan Bapak/Ibu dengan berinvestasi di reksa dana saham (indikasi imbal hasil 15 % p.a. nett). Besarnya akumulasi dana Bapak/Ibu dapat dilihat pada ilustasi sbb:
Jangka Waktu Investasi Perhitungan Dana yang Terkumpul
5 Tahun Rp 17.714.902,-
10 Tahun Rp 55.043.412,-
15 Tahun Rp 133.701.352,-
20 Tahun Rp 299.447.896,-
dst.. dst..

Jadi, hanya dengan memanfaatkan bunga deposito yang sudah ada, Bapak/Ibu dapat menikmati hasil investasi yang cukup signifikan.

3. Kami telah membuat komparasi antara Karyawan dengan Manager yang sama-sama berinvestasi sebesar 10% dari gaji yang di dapat. Contoh Ilustrasi yang di maksud adalah sebagai berikut:





Komparasi hasil Investasi Manajer (Rp. 1 juta per bulan) dibandingkan dengan Karyawan (Rp. 200 ribu per bulan) dalam jangka panjang ada sebagai berikut:





Hal ini membuktikan bahwa asalkan kita rutin berinvestasi jangka panjang dalam suatu instrument / produk yang dapat memberikan return besar (dalam hal ini return sebesar 15%), maka hasil yang di dapatkan maksimal (lebih besar dari investasi yg telah dilakukan Manajer yang nominal investasi setiap bulan 5 X lipat, tetapi hasil investasinya hanya 6 %). Installment Plan Reksa Dana yang dimulai pada usia dini merupakan pilihan dan kunci sukses yang dibutuhkan.

Mumpung saham dan NAB reksa dana sedang turun, mumpung harga obligasi sedang rendah. Sekecil apapun dan dalam bentuk apapun, teruslah berinvestasi!


Stocks that are beter than gold

Stocks That Are Better Than Gold
It's tough to beat gold. There's no better medal to win in the Olympics. For many people, there's no better component of jewelry. And when it comes to investing, quite a few folks think that other investments just aren't as safe or lucrative.

They're wrong.

You might think gold is safer because it's a tangible item that exists in limited quantities, and because piles of gold bars in a vault somewhere won't be worth nothing anytime soon. Think again.

After all, stocks are similarly tied to actual bricks-and-mortar companies. Alcoa (NYSE: AA) stock represents plants, employees, and technology that churn out aluminum and other products and services. Dell (Nasdaq: DELL) stock is tied to people, buildings, technology, and equipment to custom-assemble computers, among other things. It's not likely that those kinds of assets will suddenly become worthless, or that the demand for energy or medication will shrivel up. Great companies tend to hold their value.


Tuesday, January 12, 2010

How to invest ...

13 Steps to Investing Foolishly
(from The Montley Fool)
The prospect of changing your life with a full 13 steps could sound a bit daunting. But don't hit the "back" button just yet. We've prepared this executive summary just for you Fools on the go.
Motley Fool Co-founders, Tom and David Gardner

Step 1
Change Your Life With One Calculation

Our nomination for the eighth wonder of the world goes to… the formula for compound interest! Quite simply, this basic… more »
Step 2
Trade Wisdom for Foolishness

Who would deign to call themselves a “Fool”? Certainly not anyone from the world of Wall Street. We, on the other hand,… more »
Step 3
Treat Every Dollar as an Investment

Imagine what it feels like to know that every single dollar decision you make is the right one. Imagine no more. With a… more »
Step 4
Open and Fund Your Accounts

IRAs, 401(k)s, CDs, MMAs, oh my! Here are step-by-step directions on what to put where and, roughly, how much and for… more »
Step 5
Avoid the Biggest Mistake Investors Make

Fools are investors, not speculators. We’re buy-to-hold, business-focused investors with a long time horizon. Our… more »
Step 6
Discover Great Businesses

Stocks aren’t pieces of paper, but stakes in a living, breathing business. Fools look for well-managed companies… more »
Step 7
Buy Your First Stock

You’ve paid off your credit cards, open and funded your brokerage account, and done your research. It’s business time!… more »
Step 8
Cover Your Assets

Don’t forget the Fool’s four rules for asset allocation: Don’t invest money that you’ll need in the next year, invest… more »
Step 9
Invest Like the Masters

There’s more than one way to skin a cat. Growth guru Peter Lynch, value kingpin Warren Buffett, and global maven Sir… more »
Step 10
Don't Sell Too Soon

Selling a stock is just as big a decision as buying. There are five primary reasons to cut bait with a stock: You find… more »
Step 11
Retire in Style

Retiring in style rests on making the most of tax-advantaged savings vehicles like your 401(k) and IRA, investing in… more »
Step 12
Pay It Forward

Foolishness doesn’t stop with you, friend. Pass on the good money-saving/money-making mojo to three friends who could… more »
Step 13
Make friends and influence Fools.

The Motley Fool isn’t some static web page or a set of articles, but a dynamic, thriving community of Fools just like… more »


Saturday, February 14, 2009

More youngsters will stay at school simply because there are fewer jobs for those who leave early.

Getting a degree is an excellent investment
Ross Gittins
February 14, 2009

IF RECESSIONS are anything to go by, one thing we can expect this time is a rise in the year 12 retention rate. More youngsters will stay at school simply because there are fewer jobs for those who leave early. Similarly, more youngsters are likely to go on from school to university.

But is this a good thing? Depends. It's not good if the youngsters do not want to be there, are not given subjects to study they find interesting and end up disrupting those who do know why they are there.

If those who stay on do develop an interest in what they are studying, if they can see the wider possibilities that further education opens up, they and the economy will end up better off. That requires maturity, so maybe it is not so bad to keep youngsters in the system until they have had time to think things through.

But the trouble with education beyond the minimum leaving age is that it involves exercising a discipline that is hard enough for oldies, let alone young people — delayed gratification.

There is more to further education than making money, but for most people money is a big part of it. If they can find a job, young people are tempted to leave education early because they cannot wait to start earning — and spending — their own money.

What is much harder for a young person to see is that if only they delay their entry into the working world for a few years until they have gained more education, the money they will earn over their lives is likely to be a lot greater.

If you were to do an economics, commerce or business degree, one of the many things they would teach you is how to estimate the monetary benefits of getting such a degree. The method is explained in a book by Jeff Borland, professor of economics at the University of Melbourne, Microeconomics: case studies and applications. It is a great little book I recommend to university students having trouble seeing the practical relevance of all the dry micro theory they are being taught.

"The golden rule for optimal decision-making is that a decision-maker should only take an action if the addition to benefits (marginal benefit) from that action is at least as great as the addition to opportunity costs (marginal cost)," Professor Borland writes.

That is, most decisions involve costs as well as benefits, and you have to weigh them against each other to see if there is a net benefit. And if you are deciding whether a degree is worth it, you have to take account only of those costs and benefits peculiar to the decision to go to uni — that is, the marginal costs and benefits.

So you do not just find out how much graduates typically earn, you also have to find out the typical earnings of non-graduates because it is only the difference between the two that is relevant.

When you measure the costs involved, you look at the cost of the higher education contribution scheme (HECS), any incidental fees and the purchase of textbooks, but you ignore the living costs you incur while doing your degree. Why? Because you will have living costs whether or not you go to university. But the costs you have to take account of are not just those you pay out in cash. It is the opportunity cost that matters. And the big opportunity you forgo by going to university full time is the money you could have earned from a full-time job.

This turns out to be by far the biggest cost: the income you give up while you are studying (a fact those youngsters desperate to quit education and start earning intuitively understand).

Here you find out the typical earnings of a young person without university qualifications and subtract the typical earnings of students from their part-time jobs.

It turns out that acquiring a degree is like making an investment: the costs are up front, whereas the benefits do not start until you have graduated and are employed, but then they flow every year of your working life.

Another thing you learn at university is that, if you have money coming in and going out over a many years, you need to put all the flows onto a common basis so they can be validly compared.

In 2000, Professor Borland examined the case of a student aged 18 who took three years to complete a degree. He found this would add an average of $450,000 to a graduate's lifetime earnings, compared with an opportunity cost of $50,000.

This is a gain of more than $15,500 a year (in dollars of year 2000 purchasing power) for every year until retirement.

It is equivalent to a 14.5 per cent a year return on the initial investment for every year spent working.

Not many investments are paying that well.